Angin gunung menyibak helai demi helai daun ilalang
seekor burung putih bersarang didalamnya
aku berjalan sendirian menguak embun
melangkah terseok menjelajahi pagi yang dingin
Kulihat sang fajar tertawa hambar
memandang kecut senyumku yang sinis menghujam
wajah langit bergelimang samar warna temaram
kabut putih melayang jatuh dipangkuan
Cahaya pagi telah membangunkan kesepian malam
dan suara-suara merdu bergema
bersenandungkan puja puji bagi Maharaja langit
tapi aku masih tak dapat menangkap semua keindahan
hatiku bergetar menahan rindu menyesakkan
Sudah berkali-kali kulewati tempat ini
tak terhitung banyak waktu yang kulalui dalam sunyi
betapa bosan kurasakan bila saat sendiri
kala bisikan rindu mengusik hari demi hari
Rinduku...
Aku merindukan senandung merdu kampung halaman
yang menari gemulai dilereng bukit kayu manang
juga petikan kecapi aliran sungai batang lengayang
yang berdenting mesra dalam kecipak air lubuk larangan
Aku merindukan dentuman ombak laut pesisir selatan
yang bertabuh riuh kehamparan dinding-dinding karang
juga nyanyian gembira bocah-bocah pedesaan
yang mengalun lantang menembang lagu penuh harapan
Dan
Aku merindukan semerbak wangi tanah tumpah darah
tempat tangis pertama kali mengoyak langit dunia
juga senyum mesra
dan panggilan lembut ayah bunda
serta belai kasihnya yang tercurah sepenuh cinta
Lagu Rindu
Dari Sindang Darah
23 Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar