Dari barat kujelajahi timur
mencarimu hingga keselatan
cinta yang kau sajikan
laksana sebuah lirik keindahan
yang mendendangkan
kidung penuh harapan
Kudatangi kotamu
tepat pada akhir tahun
kala hujan desember
tengah mencurahkan mimpi
serta mencumbui mesra wajah bumi
Dan
Kucoba ketuk jendelamu
beberapa kali
aku menunggu didepan pintu
tapi sayang
kau lebih suka mengunci dirimu
Kubiarkan dingin malam merobek kulitku
berharap kau datang memelukku
tapi sayang
kau lebih suka membiarkanku
dari pada menyapaku
Aku terkapar dalam bimbang ragu
keyakinan lenyap mengapung terbawa bayu
pelan kulangkahkan kaki meninggalkan berandamu
sambil menggenggam setangkai mimpi layu
Aku berlalu pada awal tahun
saat semilir angin januari
mendendangkan harapan baru
serta kepedihan dalam air mataku
Aku berjalan keutara
mengayuh takdirku dirimba penuh derita
semerbak bunga-bunga mulai mekar
kuncup melati baru tumbuh
tapi sang mawar tampak begitu angkuh
Kuremas hancur duri-duri mawar
dan kurelakan jemariku remuk didalamnya
kucium darah mengucur deras
kujilati bagai meneguk anggur musim semi
Aku tertawa lepas
berlari sempoyongan bagai keledei bodoh
meratap diatas bebatuan malam
menangis keras seperti bocah malang
dan bersyair pilu laksana pujangga dungu
Duhai langit coba lihatlah
Lihatlah kini duka menari
menghentak tarian seribu warna
mementas sunyi dalam hariban masa
kala mimpi berkaca lara
adakah nada bisa mengiringnya
Duhai langit coba dengarlah
Dengarlah duka sang pencinta
yang hancur lebur karna cinta
saat ranting harapan telah patah
jatuh terbuang kesindang darah
"Air Mata DiSindang Darah"
2 Januari 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar