Aku melihat kesedihan telah turun kejalan-jalan
ia datang dari balik tembok kota yang dingin
menyusup kedalam mulut-mulut trotoar
Aku melihat kesedihan menari diantara kerlip lampu jalanan
mementaskan seribu nestapa kehidupan
Kesedihan bukan lagi air mata
kini ia telah menjadi darah dalam darah
membeku disetiap nadi kota
menjadi racun dalam gelas-gelas berkaca
kemana kemanusian bersembunyi
Saat kereta kematian
telah menggelinding menembus rel-rel kelam peradaban
diantara kemegahan
yang tertidur pulas dibawa kaki zaman
kemana kemanusiaan bersembunyi
Saat serombongan burung gagak berkaok
mengintai dibalik jendela
memunguti darah-darah pesakitan yang tak lagi merah
saat srigala-srigala lapar
telah mengambil keringat dijantungnya
Wahai saudaraku yang merintih dipojok jalan
yang mengunyah nasi dengan mata berkaca
yang menanti pagi berselimut sisa gelisah
Matamu adalah belati
tajam menyayat
menusuk jantung matahari
Wahai saudaraku yang yang tertembus peluru waktu
yang menghitung-hitung hari dengan wajah membeku
yang duduk diam dipangkuan malam
Matamu adalah dendam
berkilat sunyi
membelah dada rembulan
26 Agustus 2014
@Pena_Signora
haloo.. puisimu indah :)
BalasHapus